radartimur.id

Dari Informasi ke Transformasi

Sabtu, 28 Juni 2025

PEMERINTAHAN LELEAN

Oleh : Salim Taib

Ketua Yayasan Pendidikan Nahdiyatul Mulk Provinsi Maluku Utara/Redaktur Eksekutif RadarTimur.id

Miftah Taha (2014: 72) mengatakan bahwa birokrasi Pemerintahan dengan gaya lama atau “the Old Publik Administration telah ditinggalkan yang oleh Wood Row Wilson menyamakan birokrasi pemerintahan dengan bisnis. Oleh karena itu pemerintah harus mempunyai struktur mengikuti model bisnis yakni mempunyai badan otoritas pengendalian (controlling) yang amat penting karena mempunyai struktur organisasi, dari struktur paling atas hingga struktur paling bawa.

Willson: Menjelaskan dalam eksekusi pelaksanaan kebijakan pelayanan publik ada bahayanya karena dapat diintrevensi oleh elit politik. Perkataan Willson yang sangat terkenal administration lies outside the proper sphere of politics, administration question are not political question although politics sets the tasks for administration, it should not be suffored to manipulate its offices.

Ada dua kata kunci untuk mendefeniskan kata-kata Wilson dalam memahami pemerintahan yakni; pertama, ada perbedaan antara politik dengan administrasi. Perbedaan itu dikaitkan dengan proses pertanggungjawaban atas pelaksanaan kebijakan pelayanan publik oleh pejabat birokrasi pemerintahan yang diberi mandat untuk itu. Kedua, adanya perhatian unuk menciptakan struktur dan strategi pengelolaan administrasi yang memberikan hak dalam menjalankan tugas-tugas secara efesien dan efektif.

Pelaksanaan tugas-tugas oleh pejabat birokrasi dalam rangka menjalankan kebijakan yang telah disepekati bersama, pada konteks ini. Ada baiknya eksekutor atas kebijakan itu haruslah berada pada semangat transparansi jika tidak maka wujud pelaksanaan kebijakan yang terkorupsi. Oleh karena itu memahami penjelasan Wilson demi pelayanan kebijakan publik oleh pejabat pemerintahan (Birokrasi), yang sering diintervensi oleh elit politik dan kelompok kepentingan lainnya, maka pejabat birokrasi pemerintahan memastikan dengan mentradisikan bentuk-bentuk pelayanan publik, salah satunya adalah konsepsi pelayanan Lelean.

Lelean dapat diartikan seseorang yang datang atau berkunjung ke acara hajatan pernikahan, kematian, dan hajatan pada umumnya untuk bekerja melayani para tamu yang diundang dalam acara tersebut. Lelean merupakan tradisi yang telah terjadi turun temurun dan berlaku secara umum di Provinsi Maluku Utara, pada semua lapisan masyarakat dan berlaku juga pada semua identitas etnis.

Lelean yang menjadi kebiasaan bekerja dengan tulus ihlas untuk melayani, membuat makanan mulai dari dapur hingga penyuguhan menu masakan di ruang tamu, semua dikerjakan tanpa meminta imbalan apapun kepada orang yang melaksanakan hajatan. Traadisi ini mengandung anasir nilai universal diantaranya, gotong royong, tolong menolong, saling meringankan beban, etos kerja bersama, semangat menjalin silaturrahim yang dilandasi dengan ketulusan. Keuniversalan nilai yang dikandung dalam konsep ini akan sangat bermakna jika pemerintahan mengadopsi nilai-nilainya, sebagai bentuk perwujudan pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang melayani, pemerintahan yang cepat mengambil tindakan-tindakan. Bukan pemerintahan yang berdiam diri dibalik laci mejanya, karenanya sejatinya makna pemerintahan itu adalah proses, cara atau perbuatan memerintah suatu negara atau daerah, jika demensi pemerintahan adalah memerintah maka tentu yang mengeluarkan komando perintah pasti diberikan kewenangan untuk melaksanakan perintah itu sendiri, tidak semua orang yang menduduki pemerintahan mengeluarkan instruksi perintah.

Pemerintahan Lelean merupakan proses, cara memerintah untuk mewujudkan bentuk-bentuk pelayanan kepada masyarakatnya, sebagaimana nilai-nilai yang dikandung dalam tradisi Lelean. Pemerintah yang tugasnya memerintah harus membasiskan pelayanan kepada warga masyarakat dengan prinsip-prinsip 1. Gotong royong, 2. Tolong menolong, 3. Meringankan beban masyarakat, 4. Etos kerja bersama. Sebab didalam tugas dan tanggung jawab pemerintah mencakup menjaga ketertiban dan keamanan, menyediakan layanan publik, serta mendorong pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Termasuk melalui perencanaan, dan pengelolaan sumberdaya yang oleh amanat Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi tolak ukur kesuksesan pemerintah oleh sispapun yang diberi mandat untuk mengelolah pemerintahannya sangat tergantung seberapa banyak masyarakat yang terlayani kebutuhan-kebutuhan dasarnya secara cepat. Oleh karena itu sejatinya nila-nilai universal yang termaktup dalam tradisi Lelean harus direkontruksi kembali menjadi live culture dalam pemerintahan. Untuk menghidupi kembali tradisi lelean menjadi live culture harus dilakukan gerakan sadar lelean dalam pemerintahan, dengan sadar bahwa pemerintahan itu sesungguhnya ditugaskan untuk melayani warga masyarakat.

Kesadaran menghidupkan kembali nilai-nilai lelean dalam pemerintahan oleh siapapun yang diberi mandat untuk melaksanakannya dengan langka-langka yang harus dilakukan adalah menghidupkan gotong royong dalam lingkup pemerintahannya, gotong royong menjadi perilaku bangsa telah pudar ditelan sikap individualisme di era pemeritahan modern saat ini, padahal gotong royong oleh Bung Karno tidak hanya sekedar kolaborasi, tapi gotong royong adalah bersungguh-sungguh membanting tulang, bersungguh-ungguh memeras keringat bekerja keras untuk tujuan bersama.

Pemerintah harus menghidupkan dalam lingkungan kerjanya diorientasikan untuk tolong menolong. Tolong menolong bukan hanya sekedar sebagai kewajiban pemerintah atas bawahannya tapi tolong menolong dalam pemerintahan harus dilakukan dengan kesadaran bahwa apa yang dimanahkan itu hanyalah membantu meringankan beban-beban rakyat. Rakyat harus dibantu, rakyat harus diselamatkan dengan tangan kuasa pemerintahan yang anda dimiliki.

Dalam pemerintahan harus dihidupkan prinsip nilai kerja sama yang terkandung dalam Tradisi Lelean. Kerja sama atau kolaborasi yang terlihat dalam tradisi lelean tidak adanya perilaku siapa yang menjadi bos dan siapa yang menjadi bawahan semua dikerjakan bersama tanpa saling memerintah antara satu dengan yang lain. Semua itu dilakukan dengan kesadaran penuh tanggung jawab dengan prinsip “berat sama dipikul ringan sama dijinjing”.

Betapa ringannya jika pekerjaan dikerjakan bersama-sama, pemerintahan lelean yang melayani warga masyarakatnya harus dilakukan dengan kesadaran membangun silaturrahim. Sehinga orang yang diberikan mandat oleh rakyat dalam kekuasaan pemerintahannya harus melakukan perjumpaan-perjumpaan dengan masyarakat ketika warga membutuhkan kehadirannya. Karena ketika pemerintah melakukan kunjungan-kunjungan menyapa rakyatnya pasti akan terjadi dialog antara pemerintah dan warga. Warga masyarakat pasti akan menyampaikan keluhan-keluhannya, kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan inilah satu cara menyerap aspirasi masyarakat. So mari wujudkan bersama PEMERINTAHAN LELEAN di bumi para raja-raja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini