Ketika Sejarah dan Harapan Bertemu di Hari Kemerdekaan
Oleh: Muhammad Rizal
Perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia tahun ini menyajikan cerita yang berkesan di dua kabupaten kakak beradik: Halmahera Utara dan Pulau Morotai. Disebut kakak beradik karena Pulau Morotai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2008.
Meski terpisah secara administratif, keduanya menampilkan perayaan kemerdekaan yang berbeda, namun tetap berpijak pada satu ikatan yakni menghidupkan makna kemerdekaan.
Di Halmahera Utara, Bupati Piet Hein Babua memimpin jalannya upacara di Lapangan Do’omo Matau, Tobelo. Sementara itu, Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad memimpin upacara di Puncak Toligoda, Kecamatan Galela Barat. Puncak ini bukan sekadar tempat peringatan, tetapi situs bersejarah, tempat di mana pahlawan daerah Yasin Gamsungi dan rekan-rekannya pertama kali mengibarkan Merah Putih sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah.

Yang istimewa, Wakil Bupati Kasman sendiri yang memancangkan tiang bendera, bukan Paskibraka. Prosesi sederhana itu justru menjadi simbol kuat bahwa kemerdekaan adalah hasil dari keberanian dan pengorbanan. Upacara kemudian dilengkapi dengan doa bersama untuk para pahlawan serta pemasangan 80 bendera merah putih di sepanjang Sungai Kali Ira. Semua itu seolah mengingatkan kita bahwa sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk terus dijaga sebagai sumber inspirasi bagi generasi penerus.
Berbeda dengan Halut, Kabupaten Pulau Morotai menampilkan wajah kemerdekaan dengan menatap ke depan. Seusai upacara, Bupati Rusli Sibua meluncurkan program Kartu Sejahtera Janda dan Lansia, sebuah inisiatif yang langsung menyentuh hati masyarakat. Launching ditandai dengan pelepasan balon ke udara, seolah menjadi simbol harapan baru bagi kaum rentan.

Tangis bahagia para janda dan lansia pecah ketika kartu itu resmi dibagikan. Banyak yang berpelukan, menitikkan air mata, merasakan kehadiran negara secara nyata dalam kehidupan mereka. Bupati Rusli Sibua menegaskan bahwa program ini adalah bentuk komitmen pemerintah daerah untuk menghadirkan kesejahteraan sosial yang inklusif.
Dua wajah perayaan ini mengajarkan pelajaran penting. Halmahera Utara mengingatkan kita pada pentingnya menengok ke belakang, menghormati sejarah perjuangan, dan meneladani keberanian para pahlawan. Pulau Morotai menegaskan perlunya menatap ke depan dengan menghadirkan kebijakan yang menyentuh kehidupan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan.
Media ini berpandangan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan. Menghormati sejarah tanpa menghadirkan kesejahteraan hanyalah nostalgia tanpa arah. Sebaliknya, menghadirkan program sosial tanpa fondasi sejarah akan melahirkan pembangunan yang rapuh dan kehilangan makna.
Apa yang terjadi di Halut dan Morotai adalah cermin kecil wajah Indonesia hari ini. Bangsa yang berusaha menjaga memori perjuangan sekaligus menunaikan janji kesejahteraan. Api yang dinyalakan di Puncak Toligoda dan harapan yang terbang bersama balon di langit Morotai adalah simbol bahwa kemerdekaan harus terus dihidupkan.
Kemerdekaan sejati bukan hanya upacara tahunan, melainkan tanggung jawab berkelanjutan: bekerja dengan ikhlas, mengabdi kepada rakyat, dan memastikan bahwa setiap warga terutama yang paling rentan merasakan keadilan sosial sebagaimana dicita-citakan para pendiri bangsa.(*)
Tinggalkan Balasan