BEM UNKHAIR Desak Presiden Copot Kapolri, Sebut Tindakan Polisi Sebagai Kejahatan Negara
RadarTimur.id, Ternate — Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Khairun (BEM UNKHAIR) mengecam keras tindakan brutal aparat kepolisian dalam penanganan aksi unjuk rasa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).
Kecaman itu muncul setelah beredar luas sebuah video yang memperlihatkan mobil barakuda milik kepolisian melindas seorang pengemudi ojek online (ojol) di tengah kekacauan demonstrasi. Peristiwa tersebut memicu gelombang protes dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa di wilayah timur Indonesia.
Presiden BEM UNKHAIR, M. Fatahuddin Hadi, menyebut insiden itu bukan sekadar salah prosedur, melainkan bentuk kekerasan negara yang disengaja dan dibiarkan. Oleh karena itu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas rangkaian kekerasan yang terus berulang.
“Kapolri sudah kehilangan kendali atas institusinya. Ketika mobil barakuda bisa melindas warga sipil tanpa konsekuensi, itu bukan salah prosedur, tapi kejahatan negara. Kapolri adalah dalangnya,” tegas Fatahuddin.
Dirinya juga menuding Polri tidak lagi berfungsi sebagai pelindung rakyat, melainkan telah berubah menjadi alat represi kekuasaan, “Polri lebih takut pada demonstrasi ketimbang pada pelanggaran hukum. Yang mereka lawan sekarang bukan kriminal, tapi rakyat sendiri,” katanya.
Dalam sikap resminya, BEM UNKHAIR menyampaikan empat tuntutan kepada Presiden RI Prabowo Subianto:
1. Mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo karena dianggap gagal menjaga profesionalisme, etika, dan akuntabilitas Polri.
2. Memberhentikan Kapolda yang terbukti membiarkan atau memerintahkan tindakan kekerasan terhadap demonstran.
3. Membebaskan seluruh pelajar dan mahasiswa yang ditahan selama aksi demonstrasi serta menghentikan kriminalisasi terhadap mereka.
4. Mengusut tuntas secara terbuka seluruh pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian dalam penanganan aksi di berbagai daerah.
Fatahuddin menegaskan, apabila Presiden tidak segera mengambil langkah tegas, maka itu berarti negara turut merestui tindakan kekerasan aparat.
“Presiden harus memilih berdiri di sisi rakyat atau melindungi penindas. Kalau Kapolri masih dipertahankan, artinya negara memang sedang memusuhi rakyatnya sendiri,” ujarnya.
BEM UNKHAIR menegaskan bahwa aksi demonstrasi merupakan hak konstitusional yang dijamin UUD 1945. Penggunaan senjata dan kendaraan taktis untuk membungkam aspirasi rakyat disebut sebagai tanda bahwa demokrasi sedang diinjak.
“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum. Ini serangan terhadap demokrasi. Dan kami, mahasiswa, tidak akan diam. Kami akan lawan,” tandas Fatahuddin.
Sebagai bentuk konsolidasi, BEM UNKHAIR menyatakan akan segera menggelar aksi besar-besaran di Maluku Utara, termasuk memboikot Polda Maluku Utara, Polres Ternate, serta DPRD Kota Ternate.(ard)
Tinggalkan Balasan