Warga Lingkar Tambang Emas Loloda Tengah Tolak Harga Pembebasan Lahan
RadarTimur.id, Loloda- Warga, lewat Organisasi Masyarakat (Ormas) Loloda Raya Maju (Lorama) secara tegas menolak harga pembebasan lahan tambang emas di wilayah Kecamatan Loloda Tengah, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara, yang dikelola oleh PT. Tri Usaha Baru (TUB).
Lorama menilai, harga yang dipatok senilai Rp 5 ribu per meter oleh perusahaan, terlalu murah jika dibandingkan dengan pembebasan lahan pada areal tambang nikel di wilayah Obi Kabupaten Halmahera Selatan, Weda Kabupaten Halmahera Tengah serta di daerah Halmahera Timur.
Sepengetahuan pihaknya setelah melakukan pengecekan ke tambang nikel dimaksud, harga per meter lahan yang dibebaskan antara Rp 40-60 ribu.
“Kami menolak harga pembebasan lahan yang saat ini diberlakukan oleh perusahaan tambang emas di wilayah Desa Nolu dan sekitarnya. Sangat tidak mungkin lahan tambang nikel lebih mahal dari lahan dengan kandungan emas,” ujar Ketua Umum Lorama Dr. Harun Taliawo, Rabu (16/4/2025).
Dirinya juga mengaku, dalam hal pembebasan lahan itu, pihaknya mengendus bahwa PT TUB mendapat dukungan dari Pemkab Halbar. Sehingga pihak kecamatan dan perangkat desa di lingkar tambang, tanpak tidak protes dan menerima harga lahan yang sudah dipatok dengan sangat murah dari perusahaan.
Bagi dia, sebagai pemerintah harusnya membantu masyarakat agar perusahaan memberikan harga layak atas lahan mereka dan bukang memberikan dukungan.
Sebaliknya, kata dia, Anggota DPRD Provinsi Malut sebagai representasi masyarakat di parlemen juga tidak boleh tinggal diam melihat kondisi masyarakat lingkar tambang yang dengan semena-mena oleh pihak perusahaan mematok harga lahan yang sangat tidak rasional itu.
“Kami berharap Pemkab Halbar dapat menekan perusahaan untuk membayar lahan yang akan dibebaskan dengan harga rasional bukan malah memberikan dukungan. Anggota Dewan Provinsi Malut juga tidak boleh tinggal dia dengan persoalan ini,” timpal dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya saat ini sedang mempersiapkan dokumen untuk membahas persoalan pembebasan lahan itu dengan instansi terkait Pemprov dan DPRD Provinsi Maluku Utara. Langkah pihaknya itu adalah bagian dari tindaklanjut atas rapat dengan masyarakat lingkar tambang pada 2 April 2025 di Desa Nolu.
Oleh karena itu, dia meminta agar perusahaan menghentikan pembayaran lahan yang akan dibebaskan sambil menunggu kesepakatan harga yang diputus bersama di DPRD Provinsi Malut. Bahkan lahan-lahan yang telah dibayar dengan harga murah sebesar Rp 5 ribu per meter pun, agar dapat dinilai sebagai panjar.
“Jadwal pembahasan dengan pemerintah provinsi sudah terkonfirmasi dan dokumen-dokumen pendukung yang merupakan masukan dari masyarakat sedang kami siapkan,” tutup dia.(tim)
Tinggalkan Balasan